Minggu, 16 Desember 2007

Fwd: [Republika Online] Obligasi Negara Senilai Rp 2 Triliun Dilelang 4 Desember




28 Nopember 2007   16:46:00
Obligasi Negara Senilai Rp 2 Triliun Dilelang 4 Desember

Jakarta-RoL -- Pemerintah akan melelang obligasi negara dengan jumlah indikatif sebesar Rp 2 triliun pada 4 Desember 2007. Kepala Biro Humas Depkeu, Samsuar Said, dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (28/11), menyebutkan jumlah indikatif itu untuk memenuhi sebagian dari target pembiayaan dalam APBN 2007.

Obligasi negara yang akan dilelang adalah obligasi negara tanpa kupon seri ZC0004 yang jatuh tempo Maret 2009 dan obligasi negara dengan bunga tetap 9,5 persen seri FR0027 yang jatuh tempo 15 Juni 2015.

Nominal per unit obligasi negara ZC0004 dan FR0027 sebesar Rp1 juta. Pembayaran kupon FR0027 dilakukan pada 15 Juni dan 15 Desember setiap tahunnya.

Peserta lelang dapat mengajukan penawaran kompetitif dan nonkompetitif. Alokasi non kompetitif untuk seri ZC0004 dan FR0027 adalah sebesar 20 persen.

Pemerintah memiliki hak untuk menjual obligasi negara seri ZC0004 dan FR0027 lebih besar atau lebih kecil dari jumlah indikatif yang ditentukan. antara

is


Berita ini dikirim melalui Republika Online http://www.republika.co.id
Berita bisa dilihat di : http://www.republika.co.id/Online_detail.asp?id=315344&kat_id=21

Fwd: [Republika Online] Korupsi di Indonesia Perlu Ditanggulangi Secara Islam




27 Nopember 2007   19:53:00
Korupsi di Indonesia Perlu Ditanggulangi Secara Islam
Medan-RoL-- Staf pengajar pada Institusi Agama Islam Negeri (IAIN) Sumatera Utara, Dr. Pagar, MAg mengatakan, korupsi di Indonesia yang semakin merajalela dewasa ini perlu segera ditanggulangi dengan cara Islam.

Penanggulangan korupsi secara Islam itu dengan menggunakan lima pendekatan, yakni pendekatan agama, pendidikan, hukum, sistem dan pendekatan sosial budaya, katanya dalam makalahnya yang diterima ANTARA di Medan, Selasa.

Makalah tersebut disampaikannya pada "Seminar Pendidikan Anti Korupsi" yang diadakan Fakultas Syari'ah IAIN Sumut di Medan, belum lama ini.

Pagar menambahkan, penanggulangan dengan cara Islam harus dengan membumikan Islam itu sendiri, yang pada gilirannya akan sampai ke taraf menjadi Islam kultural yang ditandai dengan lahirnya aktivitas dalam berbagai bentuk sebagai pengejawantahan (manivestasi) dari Islam.

Ia menjelaskan, dalam tataran itu pendekatan agama tidak memadai bila dijadikan hanya sebagai simbol, bahkan sebagai ilmu, tetapi harus sebagai kesadaran dan keyakinan yang tinggi.

"Pendekatan agama ternyata tidak memadai hanya dengan simbol-simbol keagamaan yang melekat padanya, latarbelakang pendidikan tempat menimba ilmu pengetahuan bahkan banyaknya ilmu agama yang dimiliki, tetapi penghayatan agama itulah yang paling utama," katanya.

Selanjutnya ia menyebutkan, melalui pendekatan pendidikan, sekolah diharapkan bukan hanya sekedar dapat mencerdaskan peserta didiknya tetapi yang lebih penting adalah untuk dapat mencetak SDM yang professional dan mendayagunakan ilmunya sesuai dengan tujuan ideal ilmu itu dipergunakan.

"Kurikulum sekolah harus didesain sampai pada tingkat pemberantasan korupsi," katanya. Sementara itu, dari sisi pendekatan hukum, Indonesia telah memiliki hukum yang dibangun dalam rangka memberantas korupsi, misalnya UU No 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Korupsi, UU No 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU No 30 Tahun 2002 yang mengatur tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

"Melalui cara demikian diharapkan akan dapat melahirkan pemerintah yang adil dan bersih," ujarnya.

Meskipun demikian, menurut dia, ternyata pendekatan hukum di Indonesia ini masih dilakukan dalam koridor paradigma kekuasaan. Pendekatan hukum dalam bentuk ini merupakan pendekatan hukum yang feodalis dan diskriminatif, dan hal ini merupakan warisan Belanda yang dipertahankan sampai saat ini.

"Betapa tidak, untuk memeriksa pejabat tinggi negara harus terlebih dahulu memperoleh izin dari Presiden (pasal 55 UU No22 Tahun 1999). Hal ini akan bisa menjadi tameng dan perlindungan bagi mereka untuk lolos dari jeratan hukum," katanya.

Sedangkan melalui pendekatan sistem, dengan adanya sistem satu atap pengadilan di bawah Mahkamah Agung, tetapi belum berarti telah terbangun sistem hukum yang kondusif di Indonesia.

Sedangkan pendekatan melalui sosial budaya, kebiasaan membawa oleh-oleh bagi seseorang dimana kita mempunyai urusan terhadapnya.

"Tradisi kita melayani orang dengan sikap dan penampilan yang lebih baik dari yang lain karena ada intres tertentu akan membangun suatu paradikma yang keliru," katanya. antara/abi


Berita ini dikirim melalui Republika Online http://www.republika.co.id
Berita bisa dilihat di : http://www.republika.co.id/Online_detail.asp?id=315225&kat_id=23

Fwd: [Republika Online] Program Melawan Kemiskinan Indonesia Terancam 'Gembos'




27 Nopember 2007   18:58:00
Program Melawan Kemiskinan Indonesia Terancam 'Gembos'
Jakarta-RoL-- Di Indonesia, dampak buruk perubahan iklim akan paling dirasakan oleh orang miskin, demikian seperti yang dilaporkan oleh Badan Pembagunan PBB (UNDP), di Jakarta, Selasa.

"Perubahan iklim mengancam akan menyabot perjuangan Indonesia melawan kemiskinan," kata Hakan Bjorkman, Direktur UNDP untuk Indonesia, dalam acara peluncuran laporan terbaru tentang dampak perubahan iklim terhadap Indonesia.

Lebih lanjut Hakan menegaskan, "Orang miskin di seluruh Indonesia sudah dilanda cukup banyak persoalan. Dampak perubahan iklim akan makin menambah tekanan pada mekanisme penanggulangan yang sudah memikul beban lebih."

Diluncurkan menjelang Sidang PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) di Bali 3-14 Desember, laporan UNDP ini khusus ingin memberikan gambaran suram mengenai dampak pemanasan global terhadap usaha Indonesia menurunkan angka kemiskinan.

Laporan yang berjudul "Sisi Lain Perubahan Iklim; Mengapa Indonesia Harus Beradaptasi untuk Melindungi Rakyat Miskinnya" itu menyebutkan, "Kenaikan suhu (global) itu mungkin tidak terlihat terlalu tinggi, tetapi di negara tertentu seperti Indonesia, kenaikan itu dapat memberikan dampak yang parah dan terutama pada penduduk yang paling miskin."

Salah satu pengaruh utama iklim global terhadap Indonesia adalah El-Nino Osilasi Selatan, yang setiap beberapa tahun memicu berbagai peristiwa cuaca ekstrim di dalam negeri.

El Nino berkaitan dengan berbagai perubahan arus laut di Samudera Pasifik yang menyebabkan air laut menjadi panas. Kejadian sebaliknya, arus laut menjadi amat dingin, yang disebut dengan La Nina.

El Nino mendatangkan musim kemarau, sementara La Nina membawa banjir bandang ke Indonesia. Dalam kurun waktu 1844-2006, dari 43 kemarau panjang, sebanyak 37 di antaranya berkaitan dengan El Nino.

Khusus pada tahun 1961-2006 kemarau panjang terjadi semakin kerap, yakni setiap tiga tahun, padahal sebelumnya frekuensi kemarau terjadi 4 tahun sekali.

Perubahan musim dan curah hujan ini mengakibatkan gagal panen yang masif bagi para petani. Sementara kenaikan muka air laut mempercepat erosi di wilayah-wilayah pesisir, memicu intrusi air laut ke air tanah, dan menenggelamkan pulau-pulau kecil.

"Tak seorang pun akan luput dari perubahan iklim. Namun, berbagai pengaruhnya dapat dirasakan lebih parah oleh masyarakat yang paling miskin, mereka yang hidup di wilayah paling pinggiran, yang antara lain rentan terhadap banjir dan longsor," sebut laporan 20 halaman tersebut.

Oleh karena mereka kebanyakan mencari nafkah dengan bertani dan menjadi nelayan, sumber nafkah mereka juga amat rentan terhadap perubahan iklim.

Mereka juga hanya memiliki sumber daya terbatas untuk menanggung bencana sehingga bencana apapun yang menimpa, akan membuat mereka mesti kehilangan harta benda yang seadanya itu.

Pada masa-masa sulit mereka mungkin terpaksa menjual, misalnya tanah mereka, sepeda, atau peralatan pertanian, yang akan membuat mereka makin kesulitan mempertahankan sumber penghidupan mereka.

Kemiskinan yang ditargetkan hendak diturunkan angkanya oleh Indonesia lewat Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) pun terancam gagal pencapaiannya akibat perubahan iklim.

Pada tahun 2004 Indonesia tercatat sebagai negara yang emisi karbon per kapitanya 1,7 ton per tahun, sementara populasi Indonesia menyumbang 3,5 dari keseluruhan penduduk Bumi. antara/abi


Berita ini dikirim melalui Republika Online http://www.republika.co.id
Berita bisa dilihat di : http://www.republika.co.id/Online_detail.asp?id=315222&kat_id=23

Fwd: [Republika Online] Negara Berpotensi Rugi Rp 1 Triliun




25 Oktober 2007
Negara Berpotensi Rugi Rp 1 Triliun
dia/evy

JAKARTA -- Negara berpotensi dirugikan Rp 1 triliun dari penerimaan pajak. Kerugian tersebut diperoleh dari potensi penerimaan fiskal di Bandara Internasional Soekarno-Hatta yang hilang selama periode 2004-2006.

Potensi berkurangnya penerimaan fiskal ini terungkap dalam data resmi yang disampaikan PT Angkasa Pura (AP) II di sela-sela kunjungan kerja (kunker) Komisi XI DPR ke Bandara Soekarno Hatta, kemarin (24/10).

Berdasarkan data-data yang disampaikan AP II, selama periode 2004-2006 terdapat perbedaan (diskrepansi) data jumlah penumpang tujuan luar negeri melalui Bandara Soekarno Hatta antara BUMN pengelola bandara tersebut dengan data resmi Unit Fiskal Luar Negeri (UFLN) Ditjen Pajak.

Menurut data UFLN Ditjen Pajak jumlah penumpang tujuan luar negeri selama periode tersebut sebanyak 7,75 juta penumpang. Sementara menurut data AP II, dalam periode yang sama, jumlah penumpang tujuan luar negeri mencapai 8,75 juta orang.

Padahal, menurut anggota Komisi XI DPR, Dradjad Wibowo, yang ikut serta dalam kunker, data jumlah penumpang milik UFLN Ditjen Pajak tersebut sudah memasukkan penumpang yang bebas fiskal. Dengan besaran nilai fiskal Rp 1 juta per orang, kata Dradjad, maka potensi penerimaan fiskal yang hilang sepanjang tahun 2004-2006 mencapai Rp 1 triliun. ''Jadi, ada potensi (penerimaan) fiskal yang cukup besar yang hilang,'' ujarnya, kemarin (24/10).

Lebih jauh Dradjad menuturkan, potensi penerimaan fiskal yang hilang ini bisa terjadi karena adanya penyalahgunaan fasilitas bebas fiskal. Penyalahgunaan ini, sambungnya, kemungkinan tidak hanya terjadi di Bandara Soekarno Hatta, namun juga di setiap bandara internasional lainnya yang ada di Indonesia.

''Masalah seperti ini mungkin juga terjadi di Bandara Djuanda Surabaya, Ngurah Rai Bali, dan Polonia Medan,'' paparnya. Diskrepansi ini, tambah Dradjad, kemungkinan besar masih akan terjadi di tahun ini. Namun, tingkat diskrepansinya, diperkirakan akan mengalami penurunan dibanding 2006. ''Tapi ini akan memengaruhi target penerimaan fiskal di 2007 sebesar Rp 1,37 triliun.''

Berdasarkan komparasi data AP II dan UFLN Ditjen Pajak, memang tingkat diskrepansi data jumlah penumpang tujuan luar negeri melalui Bandara Soekarno Hatta dari 2004 hingga 2006 mengalami penurunan. Jika di tahun 2004 tingkat diskrepansinya mencapai 18,4 persen, maka di tahun 2005 turun menjadi 11,5 persen dan pada 2006 turun lagi menjadi tinggal 5,7 persen. ''Tapi nilai nominalnya tetap saja besar, untuk tahun 2006 nilai potensi fiskal yang hilang sekitar Rp 150 miliar.''


Berita ini dikirim melalui Republika Online http://www.republika.co.id
Berita bisa dilihat di : http://www.republika.co.id/Cetak_detail.asp?id=311284&kat_id=3

Fwd: [Republika Online] Indonesia Inginkan Posisi Lebih Baik




25 September 2007
Indonesia Inginkan Posisi Lebih Baik

NEW YORK -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengatakan Indonesia harus mempunyai posisi tawar lebih baik dalam kerja sama global soal perubahan iklim ( climate change) agar suaranya diperhitungkan. ''Kalau tidak, Indonesia hanya akan menjadi objek dan akan selalu disalahkan dalam masalah lingkungan,'' kata SBY di New York, Ahad (23/9) malam waktu setempat, seperti dilaporkan wartawan Republika, Nasihin Masha.

Kemarin, SBY mengadakan pertemuan untuk mendapat laporan dan sekaligus melakukan persiapan sebelum mengikuti Sidang Majelis Umum PBB yang bertema perubahan iklim dan pemanasan global. Presiden didampingi Menko Kesra, Aburizal Bakrie; Menlu, Nur Hassan Wirajuda; Menneg LH, Rachmat Witoelar; Kepala BKPM, M Lutfi.

Ikut pula Ketua Wantimpres, Ali Alatas; anggota Wantimpres, Emil Salim; Rektor Unpad, Ganjar Kurnia; Rektor Unair, Fasichullisan; anggota DPD, Sarwono Kusumaatmaja; anggota DPR, Airlangga Hartarto; dan Ketua Umum Kadin, MS Hidayat.

Sidang tahunan PBB ke-62 dibuka pada Senin (24/9) pukul 09.00 waktu New York atau pukul 20.00 WIB. SBY mendapat kesempatan memberi pidato pada sidang komisi bertema 'Mitigasi: Mengurangi Emisi dan Stabilisasi Cuaca; Menyelamatkan Masa Depan Bersama'.

Usai sidang komisi, Presiden memimpin pertemuan 'Special Leaders Meeting of Tropical Rainforest Countries'. Pertemuan ini digagas Indonesia dan diikuti 11 negara yang memiliki hutan hujan tropis dari Asia, Afrika, Eropa, dan Amerika.

Indonesia, tegas SBY, harus berjuang mendapat pengaruh politik dan posisi tawar lebih baik karena memiliki sejumlah keunggulan. Sebagai negara terbesar kedua pemilik hutan hujan tropis setelah Brasil, Indonesia memiliki kekayaan biodiversity dan sumber-sumber maritim.

Meski, secara tak beruntung, Indonesia menjadi salah satu penyumbang karbondioksida yang besar di dunia. Akibat perubahan iklim, Indonesia juga menderita. Sebagai bukti, saat kemarau menderita kekeringan panjang, dan saat hujan terkena banjir.

Perjuangan mendapatkan posisi lebih baik tersebut agar Indonesia memperoleh keuntungan. ''Posisi yang bagus, suara kita makin didengar, sehingga bisa mendapat keuntungan konkret, seperti dana maupun teknologi.''

Kapasitas Indonesia dalam mengelola hutan pun bertambah. Selain itu, Indonesia juga bisa menuntut debt swap guna membiayai lingkungan.


Berita ini dikirim melalui Republika Online http://www.republika.co.id
Berita bisa dilihat di : http://www.republika.co.id/Cetak_detail.asp?id=308185&kat_id=3

Fwd: [Republika Online] Siapkan Konsep Syariat




28 Agustus 2007
Siapkan Konsep Syariat
rto

JAKARTA -- Menindaklanjuti rekomendasi Silaturahim Ulama se-Nusantara yang menyerukan penegakan syariat Islam di Indonesia, maka menjadi kewajiban bagi partai-partai berasaskan Islam untuk ikut memperjuangkannya lewat parlemen. Bila tidak, berarti selama ini Islam hanya menjadi komoditas politik mereka.

Sekjen Forum Umat Islam (FUI), Muhammad Alkhaththath, mengatakan, perjuangan menegakkan syariat Islam bisa dilakukan melalui parlemen, asalkan mereka benar-benar menjadikan mimbar parlemen sebagai lahan dakwah. Menjadi tugas ormas Islam pula untuk mendakwahi partai-partai Islam.

''Ada yang bilang tak mungkin. Padahal bisa, dengan catatan anggota parlemen komitmen dengan syariat Islam. Satu catatan lagi, hanya bisa dari partai yang terbina dakwah Islam,'' katanya, usai diskusi tentang khilafah Islam, di Jakarta, Senin (27/8).

Partai Islam juga harus menyiapkan konsep Islam dalam berbagai bidang seperti ekonomi, pengelolaan sumber daya alam, dan pertahanan. ''Kalau memang betul-betul mengaku partai Islam harus siapkan konsep dan mengkaji secara syariat. Jangan hanya label Islam saja, tapi harus benar-benar adopsi ide-ide Islam,'' kata Alkhaththath.

Namun dia tak mau mengomentari apakah selama ini partai Islam sudah memperjuangkan ide-ide Islam atau sekadar tempel label Islam. ''Kita berprasangka baik saja,'' ujarnya.

Perjuangan sulit
Amir Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Ustadz Abu Bakar Ba'asyir, juga meminta partai-partai Islam di parlemen untuk bersikap tegas dalam masalah syariat dan tak melakukan kompromi. ''Harus tegas partai-partai itu di parlemen. Kalau tak bisa tegas tak perlu jadi partai,'' kata Ba'asyir.

Namun dia mengingatkan, memperjuangkan syariat Islam dalam sistem demokrasi akan sulit. Sebab, bisa saja aturan yang sesuai syariat atau notabene perintah Tuhan, akan divoting dan bisa kalah oleh suara makhluknya.

''Masak perintah Allah kalah dengan 'resep dokter'. Apa ada resep dokter juga divoting?'' ujar Ba'asyir. Sementara Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Ismail Yusanto, menegaskan perlunya sikap konsisten dari partai-partai Islam untuk memperjuangkan syariat, bukan hanya menjadikannya sebagai komoditas politik.

''Sekarang ini tak jelas, kadang gonta-ganti antara politisasi Islam dengan islamisasi politik,'' kata Ismail. Namun dia sendiri mempertanyakan, apakah mungkin syariat bisa menjadi sistem dominan. Misalnya dalam ekonomi Indonesia yang menerapkan dual system, yaitu ekonomi konvensional dan syariah, padahal keduanya bertolak belakang.

Keduanya bisa hidup berdampingan bila dalam posisi supra struktur dan sub struktur. Tapi terbukti ekonomi Islam selama ini hanya menjadi subordinat sistem ekonomi konvensional.

''Kalau memang begitu kita harus terima syariah menjadi subsistem saja. Tapi ini tak bisa disebut melaksanakan syariah dan juga tak akan pernah menyelesaikan masalah ekonomi,'' tandas Ismail.


Berita ini dikirim melalui Republika Online http://www.republika.co.id
Berita bisa dilihat di : http://www.republika.co.id/Cetak_detail.asp?id=304727&kat_id=3

Fwd: [Republika Online] Pekik 'Merdeka' dari Papua sampai Aceh




18 Agustus 2007
Pekik 'Merdeka' dari Papua sampai Aceh

Menyambut perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-62 Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia (RI), 17 Agustus 2007, bendera kebangsaan Merah Putih berkibar semarak di wilayah tapal batas RI-Papua Nugini (PNG).

Pemandangan patriotik ini tampak jelas di Wutung, pintu perbatasan Provinsi Papua dengan Vanimo (PNG), dan tak kalah menggetarkan hati dibanding rangkaian dentuman meriam dan suasana hidmat di Istana Merdeka, Jakarta, pada detik-detik peringatan proklamasi dengan inspektur upacara Presiden SBY.

Sejak Rabu (15/8) hingga Jumat (17/8), bendera Merah Putih berbagai ukuran berkibar di rumah-rumah penduduk sepanjang perbatasan antarnegara itu. Bendera Merah Putih ikut berkibar di pasar tradisional Wutung, Pos Imigrasi, Pos Polisi dan TNI, serta Pos Karantina yang terletak di tapal batas antara wilayah Kota Madya Jayapura dengan Vanimo.

Pemandangan serupa, berikut berbagai ornamen serba merah-putih, terlihat di wilayah Kabupaten Keerom yang berbatasan langsung dengan Distrik Wasenggela (PNG). ''Menyongsong perayaan ulang tahun kemerdekaan Indonesia di perbatasan ini ada suasana lain dari biasanya,'' kata Gaspar May, seorang warga setempat.

Ekspedisi Natuna
Pada detik-detik peringatan HUT Proklamasi RI, kemarin tim ekspedisi panjat tebing Perhimpunan Mahasiswa Pecinta Alam (PMPA) Palawa Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, perhimpunan panjat tebing Skygers, Patriot Nasional (Patron), dan Jelajah Wastu, berhasil memancangkan pita merah putih berukuran 3 meter x 60 meter di puncak Gunung Rinai, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau (Keppri).

Kegiatan ini merupakan bagian untuk menyambut HUT RI di pulau terluar, Pulau Natuna. Ketua Tim Ekspedisi, Agung Nugraha, mengatakan, sebenarnya langkah jelajah bertajuk 'Expedition of Boundaries' yang bekerjasama dengan Pemkab Natuna ini telah memancangkan bendera Sang Saka Merah Putih 20 meter x 30 meter di Tebing Tekol, Natuna, pada 11 Agustus lalu. Namun, kemarin 'disempurnakan' dengan pemasangan pita merah putih di puncak Gunung Ranai.

''Kegiatan ini tidak lain untuk membuktikan bahwa kalangan pemuda memiliki rasa kecintaan terhadap NKRI. Terlebih lagi, keberadaan Pulau Natuna merupakan daerah yang strategis karena berbatasan langsung dengan Malaysia, Vietnam, dan Thailand. Kami ingin menunjukkan bahwa persatuan dan kesatuan RI, harus tetap dijaga,'' kata Agung.

Paran mantan GAM
Di Serambi Makkah lebih unik lagi. Sejumlah mantan elite dan anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang kini menjabat kepala daerah di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) menjadi inspektur upacara bendera memperingati detik-detik proklamasi Kemerdekaan RI di daerah masing-masing.

Terdapat delapan bupati/wali kota yang berasal dari mantan anggota GAM menjadi inspektur upacara itu, termasuk Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf. Misalnya upacara bendera di Kota Sabang, dipimpin mantan GAM yang menjadi Wali Kota Munawarliza Zainal, Aceh Jaya (Azhar Abdul Rani), Aceh Utara (Ilyas A Hamid), Kota Lhokseumawe (Munir Usman), Kabupaten Bireuen (Nurdin Abdurrahman), Pidie (Mirza Ismail), Aceh Timur (Muslim Hasballah), dan Aceh Barat (Ramli). Untuk tingkat provinsi, upacara di pusatkan di lapangan Blang Padang, Banda Aceh, dipimpin langsung Gubernur Irwandi Yusuf.

''Suasana di Aceh cukup bagus, bendera Merah-Putih berkibar di mana-mana,'' kata Irwandi, yang mendapat pengalaman pertama menjadi inspektur upacara pada HUT RI bertema ''Kita Mantapkan Tekad untuk Bangkit Membangun Aceh dalam Wadah NKRI'' itu. zam/djo/dwo/ant


Berita ini dikirim melalui Republika Online http://www.republika.co.id
Berita bisa dilihat di : http://www.republika.co.id/Cetak_detail.asp?id=303700&kat_id=3

Fwd: [Republika Online] Dulu Pejuang, Kini Tukang Becak




16 Agustus 2007
Dulu Pejuang, Kini Tukang Becak
uki/ant

Perjuangan Marjani (77 tahun) warga Ronggomulyo, Tuban, Jatim, menumpas pejajah di Indonesia seakan tenggelam bersama waktu. Setiap hari ulang tahun kemerdekaan negeri ini diperingati, seperti yang bakal berlangsung besok, jasa Mardjani seakan menguap begitu saja. Hingga kini dia juga tak pernah mendapat pengakuan dari pemerintah sebagai pejuang revolusi meski telah berusaha mengurusnya.

Pria yang mengaku dalam Agresi Militer Belanda II tergabung dalam pasukan Kodam Mulawarman, Kaltim, ini pernah mengidamkan status veteran pejuang dari pemerintah. Untuk mendapatkan status itu, pada 1986 dia pergi ke markas Kodam V/Brawijaya. Waktu itu, dia sangat berharap agar keterlibatannya dalam perjuangan merebut kemerdekaan bisa meringankan beban hidup yang kini ditanggungnya.

''Saat itu, saya membawa pakaian, atribut pejuang, dan surat-surat penghargaan dari berbagai kesatuan militer yang pernah saya terima,'' kata Mardjani saat ditemui Republika di pangkalan becak dekat pasar Kelurahan Ronggomulyo belum lama ini, Dia berharap, berbagai atribut dan bukti tersebut bisa membantu memuluskan keinginannya.

Namun, menurut dia, hanya Satya Lentjana Wira Dharma yang diakui dan bisa untuk diajukan sebagai bukti dia sebagai veteran pejuang. Hanya, karena lencana penghargaan tanpa foto pemiliknya tersebut dikeluarkan Kodam Mulawarman di Kaltim, dia disuruh ke sana untuk mendapat persyaratan administrasi pengusulan veteran pejuang. Biaya pengurusan tersebut harus ditanggungnya sendiri.

''Karena tak punya biaya, saya tak mengurusnya,'' tutur pria yang mengaku miliki keahlian bongkar pasang sejumlah jenis senjata tersebut. Biaya yang diperlukan untuk bisa ke Kaltim baginya tentulah sangat besar.

Karena begitu sulitnya mendapatkan status sebagai veteran pejuang, Mardjani akhirnya frustrasi. Kini, dia tak lagi berharap mendapatkan status tersebut. Selain bakal kesulitan mendapatkan persyaratan administrasi dari Kodam Mulawarman, ketiga mantan komandannya juga telah tiada (meninggal). Mereka adalah Peltu Aksin, Danyon 501 Kodam Mulawarman; Lettu Takrun, Danki 518, juga di Kodam Mulawarman; serta Lettu Middin, komandan 503 di Gunung Sari, Surabaya.

Kalaupun surat keterangan dari Kodam Mulawarman didapatkan, dia tak akan bisa mendapatkan keterangan lisan maupun tertulis dari komandannya terkait keterlibatannya dalam perang revolusi. Padahal, keterangan ini juga merupakan persyaratan penting dalam pengusulan status veteran pejuang. Kenyataan itu menjadi faktor terbesar yang membuat Mardjani menjadi tidak lagi bersemangat mengurus keperluan yang diperlukan supaya dia bisa berstatus sebagai veteran.

Karena tak lagi berharap status veteran pejuang, sejumlah dokumen penghargaan militer yang dulu begitu dibanggakan kini tak diurus. Satu per satu penghargaan itu pun rusak dimakan rayap. Sebagian lagi hilang tak jelas rimbanya. Begitu juga pakaian militer dan kelengkapan seragam lainnya. ''Sebagian seragam tersebut saya berikan orang lain,'' kata kakek yang mengaku juga pernah terlibat dalam operasi pemberantasan DI/TII pimpinan Kahar Muzakkar itu. Dia merasa, berbagai benda itu sekarang tidak lagi memberi banyak arti bagi kehidupannya.

Satu-satunya penghargaan yang masih tersisa adalah surat tanda penghargaan yang dikeluarkan Menteri Koordinasi Kompartemen Pertahanan dan Keamanan Kasat Angkatan Bersenjata, Djenderal TNI AH Nasution. Dalam surat penghargaan bertanggal 10 November 1965 bernomor 29664 tersebut, Mardjani disebutkan berpangkat pembantu dengan Nrp 716. Atas penghargaan itu dia berhak mendapatkan Satya Lentjana Wira Dharma. Selain berupa dokumen tertulis, penghargaan tersebut juga berupa lencana segi lima berbahan kuningan dengan tulisan prasasti Wira Dharma.

Lencana tersebut selalu disimpan Mardjani dalam dompetnya. Dia berharap lencana tersebut bisa membantunya bila dalam kondisi terjepit atau berurusan dengan instansi sipil/militer. Hanya itu sisa-sisa asa yang masih dimiliki Mardjani. Bisa jadi, lencana pejuang tersebut juga memberi kenangan tersendiri. Menurut dia, hanya keikhlasan yang membuat dia kini hidup bisa tenang. Pria yang tak lulus sekolah rakyat (SR) itu mengaku justru bisa menikmati hidup meski harus rekoso (bekerja berat) di hari tuanya.

Sekarang, pria yang masih terlihat sehat dan energik itu tinggal bersama istri keduanya di sebuah rumah di Jalan Karimun, Perumahan Mondokan Santoso. Rumah ini milik sebuah keluarga yang diikutinya. Kegigihan mencari nafkah dengan berprofesi sebagai seorang tukang becak hingga di usianya yang sudah uzur, 77 tahun, dijalaninya untuk menopang kebutuhan sehari-hari. Kalau ada sisa dari pekerjaannya sebagai tukang becak, dia manfaatkan sebagai uang jajan bagi tiga cucu dari anak kedua yang diasuhnya. Dia tak mau merepotkan empat anaknya yang sudah berkeluarga dan tinggal di rumah masing-masing.


Berita ini dikirim melalui Republika Online http://www.republika.co.id
Berita bisa dilihat di : http://www.republika.co.id/Cetak_detail.asp?id=303571&kat_id=3

Fwd: [Republika Online] HT: Khilafah Lindungi Pluralitas




13 Agustus 2007
HT: Khilafah Lindungi Pluralitas
rto

JAKARTA -- Hizbut Tahrir Indonesia menyatakan kekhilafahan merupakan kenyataan sejarah yang melindungi pluralitas. Selama ini banyak pihak yang salah memahami konsep khilafah dengan menuduh kekhilafahan Islam antipluralitas.

''Kekhilafahan Islam di Spanyol membuktikan itu. Bahkan, sejarah telah menyebut Spanyol sebagai negeri tiga agama, yakni Islam, Kristen, dan Yahudi,'' kata juru bicara Hizbut Tahrir (HT) Indonesia, Muhammad Ismail Yusanto, dalam Konferensi Kekhilafahan Internasional di Jakarta, Ahad (12/8).

HT mengakui pluralitas yang diindikasikan dari beragam kerja sama dengan berbagai pihak di Indonesia. ''HT tak memiliki hambatan apa pun untuk berkomunikasi dengan berbagai pihak, seperti partai Islam lainnya,'' ujar Ismail.

Dia juga menegaskan bahwa HT tak akan menempuh metode kekerasan untuk mencapai tujuannya, yakni tegaknya syariah dan kekhilafahan Islam. Acara Konferensi Kekhilafahan Internasional itu, tegas Ismail, tak dimaksudkan untuk mendeklarasikan berdirinya sebuah kekhilafahan atau partai politik baru. Acara itu lebih bersifat sebagai nasihat keagamaan dalam memberikan pendidikan kepada umat.

HT juga menolak keras munculnya gerakan separatisme di dunia Islam. ''Tegaknya kekhalifahan bermaksud untuk mengganti sistem pemerintahan yang buruk, dan akan mencegah separatisme, sehingga tak mungkin mengancam.''

Presiden Asosiasi Muslim Jepang, Hassan Ko Nakata, mengatakan, tak ada pemaksaan dalam sistem khilafah. Sistem pemerintahan Islam tegak dengan tetap memberikan otonomi untuk hidup mandiri bagi yang non-Islam.

Negeri Islam juga terbuka bagi siapa saja. ''Sistem khilafah tak murni keagamaan, tapi sangat membumi atau bersifat keduniaan. Inilah yang menjadi alasan kenapa sistem ini dapat diterima di semua kalangan, bahkan non-Muslim sekalipun,'' jelas Nakata yang juga Guru Besar Teologi Universitas Doshisha, Kyoto, itu.

Semua organisasi Islam di Indonesia, seperti HT, Muhammadiyah maupun NU, kata Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin, tak keberatan dengan ide pluralitas karena ajaran Islam memang mengakuinya. Yang justru ditentang adalah ide relativitas agama yang menyatakan semua agama adalah sama.

Din juga meminta umat Islam memahami bahwa khilafah merupakan ajaran Islam. Meski, ada perbedaan pendapat dalam hal format dan cara membentuknya, bukan esensinya. ''Khilafah adalah ajaran yang baik dan mulia. Tapi saya lebih pahami secara esensial bahwa khilafah adalah ajaran persatuan umat Islam.''


Berita ini dikirim melalui Republika Online http://www.republika.co.id
Berita bisa dilihat di : http://www.republika.co.id/Cetak_detail.asp?id=303177&kat_id=3

Rabu, 12 Desember 2007

Fwd: [Republika Online] Petuah Bersahaja Muhammad Yunus


08 Agustus 2007
Petuah Bersahaja Muhammad Yunus

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kedatangan tamu istimewa. Pendiri sekaligus Managing Director Grameen Bank, Bangladesh, Muhammad Yunus, kemarin siang datang ke Istana Negara, Jakarta. Tak sekadar datang, penerima Nobel Perdamaian itu juga memberikan kuliah umum di hadapan Presiden SBY, Wakil Presiden Jusuf Kalla, dan seluruh anggota Kabinet Indonesia Bersatu.

Mengenakan pakaian adat negaranya berwarna biru, pria yang senantiasa berpenampilan sederhana itu, selama sekitar 40 menit, memaparkan pengalamannya mengembangkan Grameen Bank. Dengan nada bicaranya yang tenang, mantan dosen di sebuah perguruan tinggi di Bangladesh itu secara runtut menyajikan makalah tidak tertulisnya yang diberi judul We Can Put Poverty into Museums.

Selama enam hari, Yunus direncanakan akan berada di Indonesia untuk mengikuti sejumlah acara. Ia datang ke Indonesia atas undangan langsung Presiden SBY yang dilayangkan sejak Februari 2007. Selain di Jakarta, pria yang mengawali usaha bank dengan meminjamkan uang pribadinya sebesar 27 dolar AS ini, akan menggelar sejumlah kuliah lainnya di Universitas Padjadjaran, Bandung, dan Sampoerna School of Business Management. Bertemu Menteri Pertanian dan direksi Bank Mandiri juga direncanakan dalam agendanya.

Dalam paparannya di hadapan para petinggi pemerintah, Yunus mengingatkan pentingnya peranan bank untuk mengentaskan rakyat miskin. Belajar dari pengalamannya, diperlukan langkah berani untuk memihak kepada kalangan rakyat miskin. Ia sendiri tergugah untuk mendirikan Grameen Bank yang dikenal sebagai bank bagi rakyat miskin di pedesaan setelah mengetahui bank konvensional tak mau membantu rakyat miskin. ''Bank tidak bisa memberikan pinjaman kepada rakyat miskin karena (mereka) tidak mungkin mengembalikan uangnya,'' ujar dia di bagian awal kuliahnya.

Menurut Yunus, bank konvensional hanya terpaku pada prinsip-prinsip standar. Bank hanya mau memberi pinjaman berdasarkan kekayaan yang dimiliki nasabahnya. Sementara, rakyat miskin tidak memiliki apa pun yang bisa dijaminkan di bank. Karena itulah, ia berani mendirikan Grameen Bank dengan prinsip-prinsip yang bertolak belakang dengan bank konvensional. Kalau bank konvensional membidik nasabah laki-laki, maka dia menarget nasabah wanita.

Selain itu, bila bank konvensional hanya memfokuskan usahanya bagi nasabah di perkotaan, Yunus justru mengarah ke pedesaan. Jika bank mensyaratkan jaminan kepada nasabah, ia sama sekali tak memerlukannya. Bank yang dipimpinnya juga tidak membutuhkan kertas-kertas kontrak pemberian pinjaman. ''Bank konvensional hanya mendasarkan pinjamannya pada orang-orang kaya, sedangkan Grameen Bank pada rakyat miskin di pedesaan,'' tutur dia.

Yunus juga mengkritik bank konvensional yang hanya mau mengumpulkan uang dari pedesaan tanpa mau menyalurkan kembali. Melalui kantor cabangnya, bank mengumpulkan uang nasabah di pedesaan untuk dikumpulkan di kota-kota besar sehingga hanya orang di perkotaan yang menikmatinya. Praktik tersebut jelas berbeda dengan Grameen Bank yang mengumpulkan uang nasabah di pedesaan untuk kepentingan kegiatan ekonomi di pedesaan juga. Uang yang dimobilisasi Grameen Bank selalu disalurkan untuk penduduk miskin, terutama wanita, di pedesaan setempat.

Yang membuat Grameen Bank menjadi lebih berbeda, menurut Yunus, adalah kesediaannya memberi pelayanan kepada kalangan pengemis. Diakuinya, sebagian orang dari jutaan nasabahnya berasal dari kalangan yang kurang beruntung ini. Baginya, pengemis juga merupakan bagian dari wirausaha ( entrepreuner) mikro yang perlu dibantu agar sanggup keluar dari belenggu kemiskinan. Sebuah langkah yang sangat sulit dilakukan oleh bank konvensional di manapun.

Yunus menganggap bahwa pengemis juga merupakan seorang wirausaha yang perlu dibantu. Persepsi seperti ini sangatlah berbeda dengan pandangan yang umumnya berkembang di Indonesia. Pengemis dianggap sebagai kalangan yang tidak masuk kategori sebagai nasabah bank. Para anggota kabinet yang datang dengan mengenakan pakaian resmi berupa jas lengkap dengan dasinya, tampak antusias mendengarkan kuliah yang diberikan Yunus. Para menteri itu serius mendengarkan paparan pria yang namanya sudah mendunia itu. Bahkan, ada di antara para pejabat negara itu yang mencatat isi kuliah di notesnya.

Namun, sayangnya saat sesi tanya jawab yang dimoderatori oleh Menko Kesra Aburizal Bakrie itu berlangsung, acara kuliah umum tersebut menjadi tertutup bagi wartawan. Presiden SBY dalam sambutannya yang dibacakan sebelum kuliah Yunus, mengakui akses pendanaan masih menjadi kendala bagi usaha mikro kecil menengah (UMKM) di Indonesia. Karena itu, pemerintah terus berkomitmen membantu UMKM baik dari aspek akses pendanaan, maupun memperluas akses pasarnya. ''Masih banyak UMKM yang belum mendapatkan akses modal. Padahal, akses ini sangat penting untuk mengurangi kemiskinan,'' ungkap SBY.

Menurut pria kelahiran Pacitan ini, Indonesia sebenarnya sudah tidak asing lagi dengan kredit bagi UMKM. Di negeri ini sudah dikenal peranan Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang sejak berdiri selalu fokus menyalurkan kreditnya bagi UMKM. Hanya, karena jumlahnya yang mencapai jutaan, diakuinya masih banyak UMKM yang belum mendapatkan akses ke perbankan. djo


Berita ini dikirim melalui Republika Online http://www.republika.co.id
Berita bisa dilihat di : http://www.republika.co.id/Cetak_detail.asp?id=302763&kat_id=3