Minggu, 16 Desember 2007

Fwd: [Republika Online] Program Melawan Kemiskinan Indonesia Terancam 'Gembos'




27 Nopember 2007   18:58:00
Program Melawan Kemiskinan Indonesia Terancam 'Gembos'
Jakarta-RoL-- Di Indonesia, dampak buruk perubahan iklim akan paling dirasakan oleh orang miskin, demikian seperti yang dilaporkan oleh Badan Pembagunan PBB (UNDP), di Jakarta, Selasa.

"Perubahan iklim mengancam akan menyabot perjuangan Indonesia melawan kemiskinan," kata Hakan Bjorkman, Direktur UNDP untuk Indonesia, dalam acara peluncuran laporan terbaru tentang dampak perubahan iklim terhadap Indonesia.

Lebih lanjut Hakan menegaskan, "Orang miskin di seluruh Indonesia sudah dilanda cukup banyak persoalan. Dampak perubahan iklim akan makin menambah tekanan pada mekanisme penanggulangan yang sudah memikul beban lebih."

Diluncurkan menjelang Sidang PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) di Bali 3-14 Desember, laporan UNDP ini khusus ingin memberikan gambaran suram mengenai dampak pemanasan global terhadap usaha Indonesia menurunkan angka kemiskinan.

Laporan yang berjudul "Sisi Lain Perubahan Iklim; Mengapa Indonesia Harus Beradaptasi untuk Melindungi Rakyat Miskinnya" itu menyebutkan, "Kenaikan suhu (global) itu mungkin tidak terlihat terlalu tinggi, tetapi di negara tertentu seperti Indonesia, kenaikan itu dapat memberikan dampak yang parah dan terutama pada penduduk yang paling miskin."

Salah satu pengaruh utama iklim global terhadap Indonesia adalah El-Nino Osilasi Selatan, yang setiap beberapa tahun memicu berbagai peristiwa cuaca ekstrim di dalam negeri.

El Nino berkaitan dengan berbagai perubahan arus laut di Samudera Pasifik yang menyebabkan air laut menjadi panas. Kejadian sebaliknya, arus laut menjadi amat dingin, yang disebut dengan La Nina.

El Nino mendatangkan musim kemarau, sementara La Nina membawa banjir bandang ke Indonesia. Dalam kurun waktu 1844-2006, dari 43 kemarau panjang, sebanyak 37 di antaranya berkaitan dengan El Nino.

Khusus pada tahun 1961-2006 kemarau panjang terjadi semakin kerap, yakni setiap tiga tahun, padahal sebelumnya frekuensi kemarau terjadi 4 tahun sekali.

Perubahan musim dan curah hujan ini mengakibatkan gagal panen yang masif bagi para petani. Sementara kenaikan muka air laut mempercepat erosi di wilayah-wilayah pesisir, memicu intrusi air laut ke air tanah, dan menenggelamkan pulau-pulau kecil.

"Tak seorang pun akan luput dari perubahan iklim. Namun, berbagai pengaruhnya dapat dirasakan lebih parah oleh masyarakat yang paling miskin, mereka yang hidup di wilayah paling pinggiran, yang antara lain rentan terhadap banjir dan longsor," sebut laporan 20 halaman tersebut.

Oleh karena mereka kebanyakan mencari nafkah dengan bertani dan menjadi nelayan, sumber nafkah mereka juga amat rentan terhadap perubahan iklim.

Mereka juga hanya memiliki sumber daya terbatas untuk menanggung bencana sehingga bencana apapun yang menimpa, akan membuat mereka mesti kehilangan harta benda yang seadanya itu.

Pada masa-masa sulit mereka mungkin terpaksa menjual, misalnya tanah mereka, sepeda, atau peralatan pertanian, yang akan membuat mereka makin kesulitan mempertahankan sumber penghidupan mereka.

Kemiskinan yang ditargetkan hendak diturunkan angkanya oleh Indonesia lewat Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) pun terancam gagal pencapaiannya akibat perubahan iklim.

Pada tahun 2004 Indonesia tercatat sebagai negara yang emisi karbon per kapitanya 1,7 ton per tahun, sementara populasi Indonesia menyumbang 3,5 dari keseluruhan penduduk Bumi. antara/abi


Berita ini dikirim melalui Republika Online http://www.republika.co.id
Berita bisa dilihat di : http://www.republika.co.id/Online_detail.asp?id=315222&kat_id=23