Senin, 26 November 2007

Fwd: [Republika Online] BPKP Temukan Potensi Kerugian Negara Rp 9 Triliun



23 Nopember 2007
BPKP Temukan Potensi Kerugian Negara Rp 9 Triliun
una/djo

JAKARTA -- Jumlah kerugian negara sebagai akibat salah urus manajemen pengelolaan keuangan negara mencapai Rp 9 triliun dan lebih dari 10 juta dolar AS. Nilai tersebut merupakan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) antara 2004 hingga 2007.

Data BPKP menyebutkan, dalam kurun masa itu, sebanyak 636 kasus digolongkan tindak pidana korupsi (TKP), 1.876 kejadian untuk non-TKP, dan 1.266 kejadian untuk perhitungan kerugian negara. Sementara, kasus berindikasi tindak pidana korupsi berpotensi merugikan negara hingga Rp 2 triliun.

''Temuan semacam ini berpengaruh terhadap indeks korupsi Indonesia yang masih terpuruk di antara berbagai negara, yang sekaligus memengaruhi kepercayaan internasional ke Pemerintah Indonesia,'' kata Kepala BPKP, Didi Widayadi, dalam diskusi panel ''Meningkatkan Kinerja dan Akuntabilitas Pemerintah dalam RPJMN 2004-2009'' di Jakarta, Kamis (22/11).

Jika hal ini dibiarkan terus, menurut Didi, dapat menurunkan minat investor untuk berinvestasi, sehingga menghambat pertumbuhan ekonomi. Akuntabilitas laporan keuangan pemerintah, berdasarkan opini BPK, memperlihatkan bahwa dari 82 entitas di tingkat pusat yang diaudit BPK, sebanyak enam entitas (tujuh persen) mendapat opini wajar tanpa pengecualian (WTP), 39 entitas (47 persen) mendapat opini wajar dengan pengecualian (WDP), dan 37 entitas (46 persen) dengan opini disclaimer.

Di tingkat daerah, dari 362 pemda yang diaudit BPK, sebanyak tiga pemda (satu persen) mendapat opini WTP, 282 pemda (79 persen) dengan opini WDP, 58 pemda (15 persen) dengan opini disclaimer, 19 pemda (lima persen) dengan opini tidak wajar.

''Hal ini memengaruhi kepercayaan rakyat terhadap pemerintah secara makro karena menggambarkan kondisi pemerintah yang belum menerapkan prinsip tata kelola pemerintah yang baik, terutama prinsip akuntabilitas dan transparansi,'' jelas Didi.

Dalam kesempatan yang sama, Wapres, Jusuf Kalla, mengatakan, perlu nyali besar untuk menjadi koruptor di Indonesia. Hal ini karena banyaknya tim pemeriksa, yang terkadang justru membuat seseorang takut bertindak. ''Indonesia memiliki banyak pemeriksa mulai dari BPK, BPKP, jaksa, polisi, irjen, sampai KPK. Jadi, kalau masih mau korupsi di Indonesia, nyalinya harus besar sekali,'' kata Kalla.

Banyaknya institusi pemeriksa, di sisi lain membuat pejabat atau pimpinan proyek takut mengambil keputusan. Jika ini dibiarkan, maka pembangunan bisa terhenti.


Berita ini dikirim melalui Republika Online http://www.republika.co.id
Berita bisa dilihat di : http://www.republika.co.id/Cetak_detail.asp?id=314739&kat_id=3