Senin, 26 November 2007

Fwd: [Republika Online] Pengurangan Subsidi Dikaji



22 Nopember 2007
Pengurangan Subsidi Dikaji
ap/afp/hri/evy/has/ant

SINGAPURA -- Terpuruknya nilai tukar dolar AS terhadap euro ke level terendah, meroketkan harga minyak mentah di pasar dunia menjadi 99,23 dolar AS per barel. Kenaikan ini dipicu oleh berlomba-lombanya para investor mendapatkan kontrak minyak didorong melemahnya nilai tukar dolar AS.

Pelemahan kurs dolar AS membuat harga-harga komoditas, seperti minyak, menjadi lebih murah. Harga minyak pun terdorong naik. ''Kenaikan harga minyak ini dipicu melemahnya dolar AS,'' papar seorang analis dari Commonwealth Bank of Australia.

Harga minyak mentah, menurut ekonom senior pada Bank ANZ Australia, Katie Dean, akan terus merangkak hingga 100 dolar AS sebagai dampak psikologis. Menurut analis energi pada Purvin and Gertz, Victor Shum, ''Pasar kini benar-benar menargetkan harga minyak bisa menyentuh 100 dolar AS.''

Harga minyak mentah jenis light sweet untuk pengiriman Januari di New York Merchantile Exchange (Nymex) mencapai 99,29 dolar AS per barel. Rekor baru itu melampuai sebelumnya yang 98,62 pada pekan lalu. Kenaikan harga minyak dunia itu, menurut Menteri ESDM, Purnomo Yusgiantoro, tidak terlalu berpengaruh pada APBN 2007. Namun, katanya, kenaikan ini berdampak pada APBN 2008.

Pemerintah, kata Purnomo, akan berupaya mengurangi kenaikan subsidi sebagai dampak melambungnya harga minyak dunia. Program pengurangan subsidi itu saat ini sedang dibahas, namun Purnomo enggan merincinya.

''Karena mengurangi volume tak mungkin. Menaikkan harga pun, ongkos sosial dan politiknya tinggi,'' jelasnya. Menurut Purnomo, meski subsidi BBM membengkak hingga lebih dari Rp 90 triliun, pemerintah berkukuh tak akan menaikkan harga BBM bersubsidi hingga 2009.

Mengenai penurunan produksi, tak hanya terjadi di Indonesia. Produksi minyak di North Sea, Inggris, bahkan turun 300 ribu barel per hari. ''Industri minyak Indonesia sudah berusia 100 tahun, sehingga secara alamiah mengalami penurunan.''

Rata-rata penurunan produksi minyak Indonesia mencapai tujuh persen per tahun. ''Memang ada penemuan lapangan baru, tapi harus mengompensasi penurunan produksi alamiah yang terjadi,'' katanya.

Harga minyak yang hampir menembus 100 dolar AS, menurut Wadirut Pertamina, Iin Arifin Takhyan, akan makin menguntungkannya. Setiap satu dolar AS kenaikan harga minyak, Pertamina meraup untung Rp 5 miliar. ''Tadinya kami ditargetkan laba bersih Rp 16 triliun, ini pasti akan melebihi.'' Namun, untung bagi Pertamina tak dirasakan negara. ''Sudah ada perhitungannya, kalau harga minyak 100 dolar AS per barel, anggaran subsidi defisit Rp 25 triliun.''

Sementara, anggota Komisi XI DPR, Dradjad Wibowo, meminta mewaspadai dampak harga minyak terhadap nilai tukar rupiah dalam jangka sangat pendek. ''Saat ini rupiah cenderung tertekan karena pasar melihat country risk Indonesia naik dengan tingginya harga minyak,'' jelasnya.


Berita ini dikirim melalui Republika Online http://www.republika.co.id
Berita bisa dilihat di : http://www.republika.co.id/Cetak_detail.asp?id=314600&kat_id=3